Model Ekonomi

Parameter pemodelan

Dasbor ini menampilkan informasi ekonomi dan angka demografi dalam lanskap gambut. Model ini akan menghitung nilai ekonomi dari kultivasi gambut saat ini dan potensi ekonomi dari model bisnis alternatif, berdasarkan input yang telah dipilih (Lokasi lanskap: KHG atau kabupaten dan model bisnis yang diinginkan). Kolom input harus sepenuhnya diisi sebelum menjalankan model.

Harga karbon ($/ton C02) Harap isi dengan angka 1 sampai 100

Informasi

Deskripsi model bisnis baru:

Bebas Api: Asumsi yang digunakan dalam model ini adalah budidaya di atas gambut saat ini bisa dilanjutkan dengan prasyarat adanya pengelolaan api oleh konsesi dan petani swadaya (smallholders). Dalam model ini, masing-masing pihak di dalam KHG akan bekerja sama, menetapakan zona penyangga yang diawasi oleh otoritas pusat, untuk mengurangi resiko kebakaran. Model ini akan meningkatkan potensi laba yang telah dihasilkan melalui penurunan nilai kerugian akibat kebakaran.

Karbon: Model bisnis karbon memperoleh laba dari monetisasi karbon yang diperoleh dari upaya restorasi gambut untuk penurunan emisi. Pengelola lahan dapat mengajukan seritifkasi hasil reduksi karbon untuk memperoleh kredit karbon yang dapat dijual di pasar karbon. 

Paludikultur: Model bisnis ini mampu memberikan nilai tambah dari gambut yang tidak terdrainase melalui budidaya spesies ramah gambut untuk kepentingan pangan atau energi terbarukan. Dalam model ini, diasumsikan tanaman sagu dan purun yang digunakan dalam model bisnis paludikultur. Sebagai catatan, model bisnis ini memerlukan beberapa tahun sampai tanaman tersebut matang dan mulai menghasilkan keuntungan.

Carbon + Paludiculture: Paludikultur membutuhkan upaya pembasahan gambut, sehingga dapat pula berperan dalam penurunan emisi karbon. Secara teori, paludikultur dan bisnis karbon dapat dikombinasikan melalui monetisasi reduksi emisi karbon dan budidaya komoditas paludikultur.

Sumber Badan Restorasi Gambut

Ringkasan penggunaan lahan di

Ringkasan informasi mengenai kondisi gambut, penggunaan lahan gambut dan estimasi nilai ekonomi yang dihasilkan dari kultivasi gambut saat ini.

Maaf, saat ini PRIMS Gambut sedang tidak dapat menampilkan data yang Anda inginkan. Silahkan coba beberapa saat lagi, atau pilih filter lainnya.

Sumber: Badan Restorasi Gambut

Informasi

Kondisi gambut dikelompokkan berdasarkan keberadaan kanal dan kebakaran gambut. Gambut terdegradasi didefinisikan sebagai area gambut yang telah mengalami kehilangan tutupan hutan atau terdapat keberadaan kanal. Gambut terbakar adalah wilayah gambut yang mengalami kebakaran di tahun 2015-2019. 

Data tutupan hutan (KLHK, 2018) digunakan untuk melihat aspek penggunaan lahan gambut. kategori “non-konsesi” didefinisikan sebagai area di luar Kawasan konservasi dan belum digunakan untuk budidaya/area konsesi.

Penggunaan lahan gambut diklasifikasikan lebih lanjut berdasarkan skala produksi yaitu skala industri dan skala kecil (smallholder), untuk pendugaan nilai ekonomi dari kultivasi (bubur kertas, kelapa sawit dan agrikultur). Angka laba dalam kategori agrikultur diasumsikan hanya berasal dari produksi padi karena keterbatasan data tutupan lahan. Estimasi nilai laba dari masing-masing jenis kultivasi dihitung dari perkalian luasan area dengan total pendapatan dan biaya setiap 1 ha. 

Sumber Badan Restorasi Gambut

Unduh

Save as .jpg

Statistik karbon gambut di

Ekosistem gambut memiliki kemampuan untuk menyerap karbon dalam jumlah tinggi. Jumlah karbon yang tersimpan dalam gambut bergantung kepada karakteristik gambut (luasan dan kedalaman gambut). Informasi yang  ditampilkan adalah estimasi besaran stok karbon dalam tanah (soil carbon stock) serta nilai emisi yang dihasilkan dari penggunaan lahan gambut.

Sumber: Badan Restorasi Gambut, Dairiah (2014), National FREL Republik Indonesia (2016), BBSDLP (2012)

Informasi

Nilai stok karbon yang tersimpan di dalam gambut (peat soil carbon stock) dihitung melalui pendekatan fungsi logaritmik (Dariah, 2014), yaitu jumlah karbon stok dalam tanah (t/Ha) yang tersimpan terhadap tingkat kedalaman gambut. Data kedalaman gambut yang digunakan dalam model ini diperoleh dari peta luasan gambut nasional (BBSDLP, 2012). 

Perhitungan emisi gambut dihitung dari dua sumber emisi, yakni dekomposisi dan kebakaran gambut, dengan menggunakan nilai faktor emisi IPCC/KLHK (NFREL, 2016).  Estimasi besaran stok karbon yang tersisa di 30 tahun mendatang, diproyeksikan dengan asumsi besaran emisi yang konstan setiap tahunnya.  

Informasi stok karbon dan emisi tersebut hanya berupa nilai estimasi dan hanya perlu digunakan sebagai gambaran umum mengenai estimasi karbon yang tersimpan di lanskap.

Sumber Badan Restorasi Gambut, Dairiah (2014), National FREL Republik Indonesia (2016), BBSDLP (2012)

Unduh

Save as .jpg

Model bisnis baru di

Restorasi gambut (pembasahan dan revegetasi) dapat ditunjang dengan pengembangan model bisnis alternatif dalam pengelolaan ekosistem gambut lestari. Berikut adalah estimasi biaya restorasi gambut dan jumlah investasi yang dibutuhkan untuk implementasi model bisnis baru beserta potensi laba yang dihasilkan.

Sumber: Badan Restorasi Gambut

Informasi

Estimasi besaran invesatsi yang dibutuhkan, dihitung berdasarkan total biaya restorasi dan biaya CAPEX dalam pengembangan model bisnis baru. Data yang digunakan dalam model ini adalah data BRG untuk biaya restorasi dan data penggunaan lahan gambut, sebagai tambahan informasi untuk mengetahui lebih detail jumlah aktivitas restorasi (3R) serta biaya pelatihan pengelolaan ekosistem gambut.

CAPEX adalah investasi awal yang dibutuhkan dalam melakukan implementasi bisnis model baru. Angka CAPEX akan bervariasi, bergantung dari model bisnis yang akan diterapkan di suatu lanskap. Sebagai contoh, dalam mengihitung nilai CAPEX, jika pengguna memilih “Dari Bubur kertas menjadi paludikultur”, model akan menghitung luasan area budidaya bubur kertas saat ini, kemudian diterapkan biaya pembukaan/persiapan lahan dan penanaman spesies paludikultur.

OPEX adalah besaran biaya operasional setiap tahunnya dari model bisnis baru. Nilai OPEX akan bervariasi pula tergantung dari pilihan model bisnis oleh pengguna model.

Pendapatan dari model bisnis baru dihitung berdasarkan hasil riset dan wawancara dengan beberapa pelaksana proyek. Nilai pendapatan dari model bisnis karbon akan bervariasi tergantung terhadap nilai besaran biaya karbon yang diterapkan. Nilai pendapatan ini akan dikombinasikan dengan besaran biaya, untuk memperoleh jumlah potensi laba dari penerapan model bisnis baru. Perlu diperhatikan, bahwa hasil perhitungan ini hanya berupa prakiraan dari kinerja setiap model bisnis dan tidak memasukkan angka proyeksi keuangan secara detail.

Asumsi-asumsi yang digunakan dalam perhitungan CAPEX, OPEX dan pendapatan diperoleh dari hasil laporan keuangan dan laporan tahunan dari perusahaan-perusahaan budidaya, dokumen proyek karbon, artikel ilmiah, ekstrapolasi dari data historis dan wawancara dengan pelaksana terkait. Estimasi ini bukan prediksi mutlak dari kinerja model bisnis mendatang. Beberapa perbedaan antara data historis dapat terjadi karena terdapat perbedaan sumber data yang digunakan, kondisi pasar dan variable yang belum dimasukkan kedalam model.

Deskripsi model bisnis baru:

Bebas Api: Asumsi yang digunakan dalam model ini adalah budidaya di atas gambut saat ini bisa dilanjutkan dengan prasyarat adanya pengelolaan api oleh konsesi dan petani swadaya (smallholders). Dalam model ini, masing-masing pihak di dalam KHG akan bekerja sama, menetapakan zona penyangga yang diawasi oleh otoritas pusat, untuk mengurangi resiko kebakaran. Model ini akan meningkatkan potensi laba yang telah dihasilkan melalui penurunan nilai kerugian akibat kebakaran.

Karbon: Model bisnis karbon memperoleh laba dari monetisasi karbon yang diperoleh dari upaya restorasi gambut untuk penurunan emisi. Pengelola lahan dapat mengajukan seritifkasi hasil reduksi karbon untuk memperoleh kredit karbon yang dapat dijual di pasar karbon. 

Paludikultur: Model bisnis ini mampu memberikan nilai tambah dari gambut yang tidak terdrainase melalui budidaya spesies ramah gambut untuk kepentingan pangan atau energi terbarukan. Dalam model ini, diasumsikan tanaman sagu dan purun yang digunakan dalam model bisnis paludikultur. Sebagai catatan, model bisnis ini memerlukan beberapa tahun sampai tanaman tersebut matang dan mulai menghasilkan keuntungan.

Carbon + Paludiculture: Paludikultur membutuhkan upaya pembasahan gambut, sehingga dapat pula berperan dalam penurunan emisi karbon. Secara teori, paludikultur dan bisnis karbon dapat dikombinasikan melalui monetisasi reduksi emisi karbon dan budidaya komoditas paludikultur.

Sumber Badan Restorasi Gambut

Unduh

Save as .jpg

Ringkasan demografi di

Estimasi angka demografis meliputi distribusi penduduk berdasarkan usia, tingkat pendidikan dan profesi. Data diperoleh dari hasil survery Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil) pada tahun 2019

Maaf, saat ini PRIMS Gambut sedang tidak dapat menampilkan data yang Anda inginkan. Silahkan coba beberapa saat lagi, atau pilih filter lainnya.

Sumber: Badan Restorasi Gambut, Disdukcapil (2019)

Informasi

Angka demografis yang ditampilkan meliputi distribusi penduduk berdasarkan usia, tingkat pendidikan dan tipe pekerjaan di area yang telah dipilih. Data penduduk yang digunakan dalam model ini adalah hasil survey Disdukcapil untuk wilayah kecamatan di tahun 2019. Estimasi angka demografi di lanskap dihitung melalui pendekatan luasan lanskap yang tumpang tindih dengan wilayah administrasi kecamatan. Perhitungan ini menggunakan asumsi bahwa distribusi penduduk akan tersebar merata di suatu wilayah kecamatan, sehingga hasil akan bervariasi dengan angka demografis yang sebenarnya. 

Sumber Badan Restorasi Gambut, Disdukcapil (2019)

Unduh

Save as .jpg

PRIMS menggunakan cookies untuk meningkatkan pengalaman Anda. Dengan memakai situs ini, Anda kami anggap telah mengerti & menyetujui kebijakan cookies kami. 

Lanjutkan